Senin, 27 Juni 2011

Pendidikan Budi Pekerti dengan Pancasila

Mantan Bupati Bantul, siap melawan orang yang melawan Pancasila, karena pancasila telah terbukti mampu mempertahankan negara Republik Indonesia. Namun kenayataan di lapangan baik di tingkatan teoritis di universitas sudah meredup. Dan di tingkatan pelajar atau sekolah pelajaran pancasila sudah diganti dengan PKn. Setiap bulan Juni, Indonesia memperingati hari kelahiran Pancasila. Tidak hanya kelahirannya saja tetapi juga peringatan kesaktian pancasila setiap tanggal 30 September.

Bahkan setiap hari setelah berita malam jam 19.30-an TVRI memperdengarkan lagu Garuda Pancasila beserta tayangan masing-masing sila berlambangkan gambar-gambar sesuai di perisai Burung Garuda. Peringatan dan tayangan itu semakin pudar pasca pemerintahan orde baru tumbang. Apa-apa yang berbau Pancasila di-eliminir.
Ketika reformasi berusia 13 tahun muncul kesadaran baru pada semua komponen untuk menilik kembali Pancasila sebagai dasar negara. Hal ini disebabkan banyak terjadi penyimpangan dalam berbangsa dan bernegara. Kalau saat orde baru, Pancasila dijadikan mitos penyelenggaraan negara, maka di era reformasi, Pancasila seolah "lenyap" seperti dinyatakan Habibie (1 Juni 2011, di Gedung MPR). Berikut pernyataanya:

Pancasila seolah “lenyap” dari kehidupan kita. Pertama, situasi dan lingkungan kehidupan bangsa yang telah berubah baik di tingkat domestik, regional maupun global. Situasi dan lingkungan kehidupan bangsa pada tahun 1945 -- 66 tahun yang lalu -- telah mengalami perubahan yang amat nyata pada saat ini, dan akan terus berubah pada masa yang akan datang. Beberapa perubahan yang kita alami antara lain:(1) terjadinya proses globalisasi dalam segala aspeknya;(2) perkembangan gagasan hak asasi manusia (HAM) yang tidak diimbagi dengan kewajiban asasi manusia (KAM); (3) lonjakan pemanfaatan teknologi informasi oleh masyarakat, di mana informasi menjadi kekuatan yang amat berpengaruh dalam berbagai aspek kehidupan, tapi juga yang rentan terhadap “manipulasi” informasi dengan segala dampaknya.
Selesai pidato, Habibie mencontohkan 2 hal dan ini sesuai dengan semangat Pancasila. Yaitu "legowo" atas jabatannya sudahbrakhir maka beliua memberikan contoh dengan cara bersalaman dengan mantan Presiden Megawati dan Presiden SBY. Contoh ini sayangnya tidak ditiru oleh Megawati dan SBY ketika selesai menyampaikan pidatonya. Tidak cuma "ngomong" tetapi juga "tindakan" Pancasila.
Sebagai seorang yang menjadi public figure tidak disadari mereka memberikan contoh "tidak Pancasilais" pada rakyat bahwa dendam itu mestinya tidak diterus-teruskan.
Pemimpin tidak boleh hanya ngomong, masyarakat perlu teladan dari pemimpinnya. Ini sudah dicontohkan oleh Prof. Dr. Habibie. Wallahu a'lam.